Additional information
Cetakan/Tahun Terbit | I/2011 |
---|---|
ISBN | 978-979-491-150-1 (PDF) |
Jml. Halaman | 749 |
Sejak tahun 1955 sesudah berlakunya Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi 1955 (Undang-Undang Nomor 7/Drt/1955; UUTPE 1955), hingga saat ini tidak satu pun korporasi dijatuhi pidana. Sementara itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen 1999 (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999; UUPK 1999) juga membebani pertanggungjawaban pidana kepada korporasi atas tindak pidana (laku pidana) perlindungan konsumen. Akan tetapi, hal yang sama masih juga terjadi dalam masa rezim perlindungan konsumen. Sebanyak 36 kasus tindak pidana perlindungan konsumen telah dikaji dengan menggunakan desain penelitian (hukum) normatif. Tidak ada korporasi yang dijatuhi pidana. Isu kontroversial tersebut tidak membuat penulis kecewa. Argumentasi-argumentasi pengadilan terkait ke-36 kasus tersebut dicermati dengan teliti. Hasilnya bahwa sejumlah argumentasi memberi ruang yang lebih luas bagi pertanggungjawaban pidana korporasi. Sehubungan dengan hal ini, pengadilan masih tetap berperan memberikan argumentasi hukum tentang teori pelaku fungsional dalam tindak pidana. Penjelasan teoretis ini berpijak pada pandangan bahwa mens rea (schuld) pelaku fisik dapat diatribusikan kepada pelaku fungsional.
Pada tahap-tahap selanjutnya mens rea (schuld) tersebut diatribusikan kepada korporasi dengan menggunakan doktrin agregasi. Dengan pendekatan teoretis ini, korporasi dipertanggungjawabkan secara pidana. Hal ini tidak berarti bahwa penjatuhan sanksi seyogianya selalu dilakukan pengadilan. Ketika pengadilan menerapkan undang-undang dalam suatu kasus, pengadilan mengonkretkan norma-norma umum menjadi norma individual. Teknik hukum pidana menentukan bahwa suatu perilaku pidana (tindak pidana; laku pidana) diancamkan penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya. Menurut pandangan hukum yang sanksionis, jika pelaku melanggar suatu larangan atau keharusan yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan pidana, seyogianya unsur-unsur sistem peradilan pidana dengan kekuasaan paksaan yang dimilikinya, melakukan penilaian terpenuhi tidaknya unsur-unsur suatu tindak pidana perlindungan konsumen. Penjatuhan sanksi, apakah perdata, administratif, ataupun pidana, dilakukan oleh pengadilan secara konsisten. Preskripsi berupa sanksi memang tidak selalu dijatuhkan, bergantung pada kondisi-kondisi tertentu, dalam hal suatu perangkat paksaan semestinya diterapkan. Pengadilan seyogianya menjatuhkan sanksi kepada korporasi jika suatu tindak pidana (laku pidana) menguntungkan korporasi.
Cetakan/Tahun Terbit | I/2011 |
---|---|
ISBN | 978-979-491-150-1 (PDF) |
Jml. Halaman | 749 |
Reviews
There are no reviews yet.